Senin, 31 Mei 2010

Pelanggaran itu "biasa"

| | 0 komentar

PERKEMBANGAN teknologi informasi (TI) yang pesat di Indonesia menyisakan sedikit masalah di bidang hukum. Sekadar catatan, TI berhubungan erat dengan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software).
Namun pada akhirnya perkembangan perangkat lunak yang berkaitan dengan cipta karya seseorang/kelompok menimbulkan masalah yang sejak dulu di Indonesia menjadi hal biasa, yaitu penggandaan dan pemakaian tanpa seizin pembuat.
Memang dalam dunia komputer dikenal istilah percobaan (beta tes), yakni si pembuat membiarkan produknya dinikmati pemakai untuk melihat perkembangan selanjutnya. Selain itu, ada pula istilah freeware, shareware, dan trial yang semua itu bukan berbentuk satu paket utuh perangkat lunak.
Meski tergolong terlambat, agaknya pemerintah mulai memperlihatkan keseriusan dalam masalah hak atas kekayaan intelektual (haki).
Memang dalam membicarakan karya cipta, kita tidak melulu terpaku pada teknologi -pembuatan tempe yang sudah dipatenkan di Jepang juga termasuk teknologi, begitu pula sastra dan seni sebagai perwujudan daya cipta yang erat kaitannya dengan kebudayaan bangsa.
Di negara maju, penghormatan terhadap karya cipta sangat besar. Pemerintahnya sangat melindungi si pembuat. Hal inilah yang mendorong pemerintah kita untuk memberlakukan hak atas kekayaan intelektual.
Dari segi internasional, tentu pemerintah menghindari kecaman, dan yang terburuk sanksi dari dunia luar, atas adanya pembajakan produk-produk, entah teknologi, sastra, ataupun seni (musik dan film).
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, gross national product (GNP) akan meningkat. Analoginya adalah adanya mata rantai perekonomian yang nyata, yaitu dari pembeli ke penjual. Kemudian distribusi keuntungan dari penjual ke produsen (resmi) yang tentu mempunyai banyak karyawan yang menghidupi keluarganya.
Dari produsen ada sebagian keuntungan yang disetorkan sebagai pajak, sedangkan yang lain diserahkan kepada pembuat sebagai royalti.
Di sini terlihat alur ekonomi merata -tentu sesuai dengan persentase. Bandingkan dengan yang terjadi pada produsen ilegal, tentu keutungan akhir hanya masuk ke kantong produsen serta keluarganya.
Agaknya pemerintah telah lama mempersiapkan pemberian penghargaan terhadap karya cipta orang/kelompok dengan adanya UU No 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Jika dihitung sampai sekarang, sudah 21 tahun pemerintah memperhatikan haki. Namun agaknya masyarakat bukannya terbiasa dengan "nanti bagaimana?" (implementasi UU ) tapi "bagaimana nanti" (sikap pemerintah terhadap haki).
Hal ini juga terlihat dari beberapa kebijakan pemerintah mengenai haki. Dalam kurun waktu lima tahun, UU yang pertama telah diperbarui menjadi UU No 7 Tahun 1987. Kemudian diperbarui lagi menjadi UU No 12 Tahun 1992 tentang Hak Cipta .
Terakhir, UU tersebut diperbarui menjadi UU No 19 Tahun 2002 dengan isi yang lebih kompleks. Namun agaknya sikap masyarakat mengenai "bagaimana nanti" masih kentara.
Hal ini terlihat dari UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak atas Kekayan Intelektual yang disahkan pada 29 Juli 2002 ternyata diberlakukan untuk 12 bulan kemudian, yaitu 19 Juli 2003. Wajar saja jika sebagian masyarakat masih "wait and see".
Namun di balik pemberlakuan UU, tersebut ada semacam ketegasan pemerintah, yaitu siapa pun yang melanggar akan langsung dikenai tindakan hukum sampai tuntas. Tindakan ini diambil dengan asumsi masyarakat sudah dianggap mengetahui UU tersebut, seperti halnya kasus kriminal lain.
Dalam penyusunan UU yang terakhir ini pemerintah sudah mulai memadukan dengan UU di seluruh dunia, seperti dengan adanya TRIPs (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights).
Tujuan TRIPs adalah menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan syarat minimum atau prinsip-prinsip dasar dalam perjanjian tersebut. Perjanjian ini bisa saja bilateral atau multilateral sesuai dengan masalah yang muncul.
Dengan adanya TRIPs, berarti UU tiap negara sebisa mungkin disesuaikan dengan perjanjian yang berlaku. Dengan adanya TRIPs ini kemungkinan hak paten tempe bisa pulang ke Tanah Air.
Hal ini karena sesuai dengan UU HAKI, sesuatu barang/temuan yang hendak dipatenkan harus diuji ke publik atas temuan itu. Jika ada pihak yang menyanggah atau sama dengan temuan itu dalam hal cara, media, bahan, dan waktu pembuatan (lebih dulu dibuat), permintaan hak paten gugur.
Selengkapnya...

Rabu, 19 Mei 2010

Cara orang IT Beretika dalam ranah Hukum

| | 1 komentar

Sebagaimana teori homo sapien mengatakan manusia adalah makhluk sosial, maka manusia memiliki kecenderungan untuk bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dalam pelaksanaan interaksi atau pergaulan dibutuhkan adanya suatu perangkat pranata untuk menjamin terlaksananya hak dan kewajiban yang timbul. Pranata sosial yang mengatur kehidupan bermasyarakat terdiri atas norma agama, kesusilaan, kesopanan, dan hukum. Khusus untuk norma kesusilaan dan kesopanan biasa disebut sebagai etika pergaulan. Etika merupakan suatu nilai yang bersumber dari kedalaman hati nurani untuk mengatakan sesuatu bernilai baik atau buruk. Penilaian baik atau buruk tentu saja sangat relatif diantara kelompok masyarakat tertentu, karena terkait erat dengan latar belakang adat istiadat dan budaya yang dianut. Etika menjadi pangkal moralitas dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Pengejawantahan etika bisa dilihat dari perkataan, dan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam kesehariannya. Manusia yang taat kepada nilai kebaikan, maka manusia tersebut dikatakan sebagai manusia yang memiliki etika. Adapun perkataan maupun perbuatan manusia yang berlawanan dengan nilai kebaikan disebut tindakan tidak etis.
Etika sebenarnya mengikat erat pergaulan manusia di manapun ia berada, dan bagaimanapun cara atau media interaksi yang digunakan. Di masa kini media dan teknologi dalam pergaulan manusia telah berkembang sangat canggih. Hal ini menjadikan ruang dan waktu tidak lagi menjadi penghalang, dimanapun dan kapanpun komunikasi dapat dilakukan. Namun demikian, satu hal yang akan tetap terus berlaku, bahwa apa dan bagaimanapun media komunikasi yang digunakan harus tetap dilandasi dengan etika.
Internet dengan berbagai aplikasinya banyak memberikan peluang pergaulan dunia maya yang tanpa batas. Mulai dari website, email, chatting, weblog, facebook, bahkan yang terbaru twitter semakin memanjakan manusia untuk saling berkomunikasi. Terlepas dari peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan, etika menjadi kunci utama yang harus senantiasa diterapkan. Dengan komunikasi yang beretika, maka tujuan komunikasi akan tercapai tanpa menimbulkan kecurigaan dan prasangka negatif.
Kecanggihan teknologi tanpa etika tentu akan menjadi monster yang akan merugikan diantara pihak-pihak pelaku pergaulan. Bahkan tidak mungkin perkataan dan perbuatan yang tidak etis akan menjadi senjata makan tuan yang membunuh karakter diri pelakunya. Satu contoh kasus hangat yang kini menjadi perhatian publik adalah konflik antara seorang artis dengan media infotainmen terkait cacian dan makian yang tidak etis di dunia maya.
Prita dan Luna Maya bisa jadi hanyalah sebagian kecil kasus yang muncul ke permukaan. Kita barangkali bisa membayangkan bagaimana facebook misalnya telah diakses oleh anak-anak sekolah melalui hand phone mereka. Sebagai media ekspresi, apakah kita mengerti misalkan anak-anak mengungkapkan kejengkelan kepada gurunya melalui facebook. Pak Guru itu anu….anu…bla…bla, dan lain sebagainya. Pak Guru yang dimaksud bisa jadi tidak mengerti cacian dan umpatan muridnya karena mungkin ia tidak mengerti facebook-facebookan. Namun bukankah tulisan itu menyebar menjadi bola liar kemana-mana. Bisa dibayangkan penjara-penjara akan segera penuh apabila Pasal 27 UU ITE diterapkan secara lugas.
Dunia maya adalah dunia maya. Dunia maya sebagaimana dunia nyatapun tak lepas dari aturan etika. Euforia kecanggihan media seringkali menjadikan manusia penggunanya menjadi lupa daratan. Media maya seringkali dijadikan tempat sampah sumpah serapah. Hal ini tentu merupakan efek negatif yang sebenarnya tidak kita inginkan. Bagaimanapun canggihnya suatu teknologi, namun di balik itu harus tetap diikuti suatu edukasi yang memadai agar manusia mampu memanfaatkannya secara bijaksana dan dewasa.
Sebenarnya di dunia mayapun akan berlaku sanksi sosial terhadap pelaku perbuatan yang tidak etis. Dalam suatu jejaring sosial misalkan, pada saat ada pelaku perbuatan tidak etis seperti caci maki, sumpah serapah, fitnah, ataupun kebohongan, maka jaringan komunitas yang bersangkutan lama-kelamaan pasti akan mengucilkan dan tidak akan mengakses alamat yang bersangkutan.
Demokrasi telah mengantarkan rakyat untuk leluasa mengekspresikan aspirasinya. Dimanapun dan kapanpun media ekspresi yang digunakan, tentunya etika harus tetap dijunjung tinggi. Menurut Ndoro Kakung “Wicaksono”, ada beberapa pedoman etika dalam pergaulan di dunia maya yang semestinya diacu oleh para netter.
Pertama pernah merugikan atau menyakiti pihak lain. Bila ingin menyampaikan kritik, hendaklah disampaikan secara elegan, dengan bahasa santun, dan jangan sekali-kali menyerang personal seseorang. Kedua jangan pernah berbohong. Ungkapkan sesuatu sebagaimana adanya, jangan mengada-ada. Bila perlu sertakan data dengan pengungkapan argumentasi yang logis. Dan yang ketiga, jangan sekali-kali mengeluarkan kata-kata, ataupun memasang sesuatu yang hanya memalukan diri sendiri.
Manusia pengguna media maya memiliki latar belakang pengetahuan yang beragam. Kebanyakan dari kita tentu bukanlah rakyat yang paham akan aturan hukum. Biarlah UU ITE membatasi ekspresi aspirasi kita dengan Pasal 27-nya dan kita bukanlah pakar hukum. Namun dengan berpegang pada ketiga etika komunikasi di atas tentu peraturan tersebut tidak akan terlanggar. Etika memang hanya batasan normatif dan minimalis, tapi lebih pasti bisa dipahami sekalipun oleh orang awam.

sumber : http://pendekartidar.org/etika-berinternet.php

Selengkapnya...

Ketika bicara tentang Etika & Profesionalisme IT

| | 0 komentar


Selain keterampilan dan pengetahuan di bidang IT, seorang professional d bidang It juga harus memiliki etika yang baik sebagai seorang yang professional. Seorang ahli komputer atau ahli pemrograman juga dituntut untuk dapat memiliki kemampuan Profesional IT. Contoh:




  1. Kemampuan untuk frase ide itu dan berpikir kreatif. Ungkapan ide dan berpikir kreatif juga perlu dalam mendesain solusi TI. Setiap perusahaan harus memiliki strategi TI yang unik, kemampuan untuk berpikir kreatif dari profesional TI diperlukan di sini.
  2. Kemampuan presentasi. Setelah menulis dan berpikir kreatif, kemampuan presentasi merupakan bagian yang paling sulit karena seorang profesional IT harus melihat keluar langsung dengan penonton untuk frase-nya ide kreatif.
  3. Kemampuan komputasi. Ini merupakan kebutuhan dasar profesional TI, terutama pada desain grafis dan spreadsheet.
  4. Informasi Pengolahan kemampuan. Pengolahan informasi berarti bagaimana menyajikan Informasi terbaru dan akurat pada satu yang tepat.
  5. Kemampuan untuk membuat keputusan. Ketika kita berbicara TI, setiap risiko selalu okultisme pada setiap keputusan yang diambil, ini adalah kelebihan TI.
  6. Kemampuan kerja tim. Dalam dunia nyata, kita tidak akan pernah bertemu di sana adalah 100% solusi IT efektif atau tidak efektif sama sekali. Seringkali solusi canggih, tepat dan memberi banyak keuntungan kepada kita belum tentu memberikan manfaat yang sama bagi orang lain. Soft-keahlian yang dibutuhkan di sini, yaitu kita harus dapat memahami bahwa setiap dan semua orang akan melihat setiap masalah dari aspek pendekatan yang berbeda satu sama lain.

Sebuah komputer atau ahli pemrograman tidak harus selalu duduk di belakang meja komputer. Dengan tujuh kemampuan di atas, karier ahli komputer akan benar-benar pergi ke menjadi seorang IT profesional.Secara Umum perilaku etis yang diharapkan dari para profesional komputer adalah

  • jujur dan adil sikap ini sangat perlu bidang it sangat membutuhkan orang yag jujur terutama terhadap setiap tindakan yang dilakukan karena kejujuran itu merupaka salah satu pondasi untuk menjadi orang yang profesional dibidangnya
  • Memegang kerahasiaan , seorang profesional it di tuntut untuk dapat bersikap amanah dan memegang smua rahasia dengan sebaik-baiknya jangan sampai di salah gunakan oleh orang lain . sikap kerahasian terutama dalam hal yang menyakut rahasia perusahaan
  • memelihara kompentens profesional seorang IT profesional juga harus dapat meningkatkan kompentensinya sehingga lebih baik sehingga di harapkan dengan terus meningkatkan kompentensi maka IT dapat menghadapi siap menghadapi semua masalah yang timbul di kemudian hari dan dapat mengaplikasikan teknologi terkini untuk perusahaannya
  • memahami hukum terkait menghargai dan melindungi kerahasia pribadi It profesional juga harus dapat mengerti tentang hukum sehingga tindakannya tidak akan menimbulkan masalah dengan hukum yang berlaku
  • menghndari kerugian pihak lain seorang IT professional juga harus dapat menghindari kerugian dari pihak lain yang atas semua tindakan yang di kerjakannya
  • menghargai hak milik seorang IT professional juga harus dapat menghargai hasil karya orang lain karena dengan menghargai hasil karya orang lain maka orang lian juga akan menghargai hasil karyanya

sumber : http://www.docstoc.com/docs/27091763/Etika-Profesi-TI

Selengkapnya...
 
 

Copyright 2009: Compartidísimo
Con imágenes de: Scrappingmar©

 
Ir Arriba